Monday, June 9, 2014

Saat Benang Layang-Layang Putus

Pernah kah kau bermain layang-layang?
Saat kau membeli layang-layang pasti kau pilih yang paling bagus diantara yang bagus. Kau pilih yang kau suka atau kau membuatnya sendiri. Kau buat kerangka dari bambu yang kau cari di ladang dekat rumah. Kau rakit dengan benang milik ibu. Dan kau ulurkan kertas kuat penopang angin di atas kerangka mu. Kau pilih warna yang sangat bagus, kau pilih kertas dengan kualitas bagus, kau rakit dengan sangat hati-hati dan teliti. Kau yakin bahwa itu adalah layang-layang terindah yang akan menghiasi langit.
Kau membawanya pulang, namun orang tua naik darah. Tak suka melihat layang-layang. Kau paparkan bahwa kau akan menerbangkannya, mereka naik pitam. Hati berperang dengan hati mereka. Kau acuhkan mereka, kau kukuhkan keinginan, menikmati apa yang kau yakini dan kau sukai.
Kau bermain layang-layang dan kau jatuh cinta kepada layang-layang itu, kau berusaha menerbangkan nya setinggi mungkin, sehebat mungkin kau coba untuk mengendalikannya. Panas terik tak kau pedulikan lagi. Kulit menjadi gelap, sungguh tak akan kau hiraukan. Perjuangan untuk menerbangkan nya sangat lah sulit, karena kau menerbangkan nya sendirian. Tak ada teman bahkan saudara yang membantu. Tapi kau tak peduli. Meski orang tua melarang, kau bertekad untuk terus menerbangkan nya. Kau ambil bebatuan untuk penyangga layang, kau berjalan mundur dan menunggu datangnya angin untuk menerbangkan nya. Kau yakin angin segera datang, namun angin tak kunjung datang hari itu. Kau pun pulang, mencoba menyembunyikan sedih diantara wajah orang tua di rumah. Kau mencoba keesokan hari nya, dengan segala larangan dari orang tua, kau tetap berangkat ke tanah lapang mengadu nasib, mencari angin demi terbang nya layang-layang kesukaan. Mendirikan penyangga dan berjalan mundur menanti waktu datang nya angin. Angin datang, kau pun riang. Namun angin tak berhembus kencang. Angin tak menunjukkan kekuatannya, angin hanya bertiup malu. Layang-layang pun pulang. Tak kau hiraukan lagi wajah orang tua yang menyindir kegagalan bermain layang-layang. Esok, kau coba lagi. Sangat berharap angin datang, kau menadahkan tangan memohon kehadiran angin yang gagah. Mendirikan penyangga, berjalan mundur, menanti angin, dan berlalu lah jam demi jam dalam penantian angin. Saat kau hendak surut, tiba-tiba angin datang. Kau riang, namun angin hanya menari sedetik. Kau tertunduk sedih, ingin pulang saja walaupun belum datang sang rembulan, namun angin datang begitu hebat nya dan kau pun tersenyum menarik benang layang mu. Terbang lah dia, sosok indah yang kau idam-idam kan. Peluh air mata tak kau hiraukan karena angin telah menghapusnya. Kau tebangkan tinggi, kau riang gembira. Tak kau pedulikan kulit yang makin menghitam legam demi penantian angin. Saat senang kau bermain, datang sosok yang kau kenal. Sesuatu yang dipegang kau tak terasa asing. Sosok itu mendekat dan barang yang digenggam nya dia arahkan ke benang layang. Putus. Kau tertegun kaku, tak percaya, menatap sang layang terbang terlalu tinggi tak terkontrol oleh tangan lagi. Sosok itu yang membuatnya begitu. Sosok itu menjauh pergi, namun kau tetap tinggal melihat layang-layang semakin mengecil tak terlihat. Kau tertunduk sangat pilu, kau tak mampu berkata apapun, namun hati mengerang kesakitan. Sungguh tak kau duga sosok yang datang adalah sosok yang selama ini kau kenal sejak kecil, kau turuti semua pinta nya, namun saat dia hendak melakukan sesuatu yang tak pernah kau lakukan, dia khawatir. Kau di cegah, kau di larang, namun kau bertahan. Sungguh tak kau sangka, dia menggunting benang layang-layang yang telah kau terbangkan. Dengan segala ratapan kau bersimpuh. Sungguh tak disangka ini semua terjadi. Yang kau idam-idamkan, yang telah kau nanti-nanti, terputus begitu saja karena disengaja. Tak ingin kau terus bersedih namun rasa tak bisa tertutupi. Kau pulang dengan langkah terseok. Orang tua menyambut bahagia seolah tak ada ara melintang. Kau diberi mobil yang dikendalikan oleh remote. Mobil yang melaju ke segala arah yang bisa kau kontrol sesuka hati yang tak mempedulikan akan KETIDAKPASTIAN angin. Orang tua senang, kau hanya tersenyum simpul, hati pun merintih.

Apakah sesuatu yang 'PASTI' itu akan selalu menjadi pasti? Kenapa orang tua menginginkan yang 'PASTI' saat anaknya mencoba sesuatu yang 'TIDAK PASTI'? Bukankah segala sesuatu nya di bumi ini memang 'TIDAK PASTI' dan itu sudah ketentuan pencipta kita. Kenapa harus mencari yang 'PASTI' diatas segala sesuatu nya yang 'TIDAK PASTI'? Dan saat sesuatu yang 'PASTI' bukanlah passion yang kau idamkan. -vcn-

No comments:

Post a Comment